PenCarian Blog

Photobucket

SCRIPT

⎝⋋⏝⋌⎠
CHIPOENK UCHIHA AL_MADURIY THE GREATEST BLOG

23 Mei 2011

Bukti cinta Allah kepada kita

Tidak menyegerakan azab

Allah tidak menyegerakan azab bagi hamba-Nya yang berbuat dosa karena mungkin saja hamba itu akan bertaubat. Allah tahu kalau kita suatu saat akan tergoda juga berbuat dosa, tapi Allah menunda siksanya untuk memberi kita kesempatan. Mau bertobat sekarang?

Menerima taubat

Kalau dipikir-pikir lagi, kenapa sih Allah mau menerima taubat kita? Kan Allah tidak diuntungkan sama sekali dengan taubat kita itu?! Bahkan digambarkan dalam sebuah hadits bahwa Allah itu sangat gembira ketika hamba-Nya bertobat, lebih dari gembiranya seorang musafir yang bertemu kembali dengan hewan tunggangannya yang hilang. Ini karena Allah mencintai kita!

Melipat gandakan pahala kebaikan

Jujur deh, kalau dihitung secara matematis, kira-kira banyak mana antara kebaikan yang kita lakukan dengan dosa yang kita kerjakan? Bisa jadi banyak dosanya. Probabilitas masuk neraka jadi sangat besar bukan?! Tapi Allah telah menetapkan bahwa sebuah kebaikan bisa berlipat pahalanya dari 10 sampai 700 kali. Lha wong berniat baik saja sudah dapat 1 pahala! Sedangkan niat buruk tidak dicatat kecuali setelah dilakukan, itupun dihitung sebagai satu keburukan saja. Kalau seseorang mengurungkan niat buruknya, itu malah dicatat sebagai satu kebaikan. Begitulah sabda Rasulullah dalam sebuah hadits riwayat Bukhari. Masih ragu akan cinta Allah?

Dan masih banyak lagi bukti-bukti cinta Allah pada kita, lengkapnya ada delapan di bukunya Amir Khalid. Kapan-kapan baca sendiri ya! Judulnya, Hati Sebening Mata Air (Islahul Qulub).
Btw, semua bukti cinta Allah pada kita tadi seharusnya membuat kita malu sekaligus sadar, kalau menolak cinta-Nya adalah sebuah tindakan yang paling bodoh dan paling kurang ajar untuk dilakukan!

Lima Tanda Orang yang Diterima Shalatnya

Menangis dan mengemislah kepada Allah, serta memohon ampunan atas gulungan ombak dosa seraya berucap, “Astaghfirullah

http://4rmand.files.wordpress.com/2011/01/sholat-jamaah.jpg


SUDAH sering kita mendengar bahwa shalat adalah tiang agama. Shalat adalah amal yang paling pertama ditanya oleh Allah di hari kiamat. Jika shalat kita baik, baiklah seluruh amal perbuatan lainnya. Namun jika shalat kita jelek atau bahkan nol besar, maka buruklah semua perbuatan yang kita jalani, demikian petuah Nabi SAW kepada kita sekalian.

Sesekali kita perlu merenung, baikkah shalat yang kita kerjakan? Suatu waktu kita perlu berpikir, apakah shalat kita diterima di sisi-Nya? Bukankah Allah pernah berfirman celakalah orang-orang yang shalat? Siapakah di antara kita yang diterima shalatnya? Dan seperti apa tanda-tanda orang yang diterima shalatnya? Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan ada 5 tanda orang yang shalatnya diterima.

Pertama, dia yang merendahkan diri dengan shalatnya karena kebesaran Allah. Shalat yang diterima adalah shalat yang penuh kerendahan diri di hadapan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Orang yang rendah diri akan mampu merasakan khusyu` dalam hatinya. Jiwanya sadar dan mengerti dengan siapa ia saat ini menghadap.

Karena itu, sebelum shalat, yang harus ditata terlebih dahulu adalah hati. Hati itu seperti pohon. Bila dahannya rindang, burung-burung pun senang hinggap di atasnya. Bila hati bercabang pikiran-pikiran dan nafsu pun senang bermain di dalamnya. Shalatlah shalat yang memutuskan perpisahan dari dunia. Allah tidak akan terasa bila urusan dunia menggelayut dalam hati.

Kedua, orang yang tidak menyombongkan diri kepada makhluk Allah. Rasa tawadhu` dengan sendirinya menghilangkan sikap angkuh dan sombong kepada sesama makhluk. Kekuasaan yang ada di genggamannya tidak menyebabkan dirinya lupa daratan lalu berbuat sewenang-wenang karena ia sadar bahwa kekuasan adalah amanat Allah.

Orang yang diterima shalatnya adalah orang yang tidak menyombongkan dirinya kepada siapa pun. Meski ia kuasa, pandai, dan kaya. Tidak termasuk orang yang diterima shalatnya kalau bertingkah sombong kepada sesamanya.


Ketiga, orang yang tidak mengulangi maksiat kepada Allah. Dalam hidup, sekali waktu kita pernah terjerembab dalam kubangan dosa. Mungkin di antara kita ada yang pernah memalsukan kwitansi jual-beli. Mungkin ada dari kita yang pernah menjadi tukang copet, koruptor, atau penjual kehormatan. Mungkin ada dari kita yang pernah berdusta, menggunjing, berbohong, menebar janji-janji `surga' kepada rakyat saat Pilkada yang tak ditepati. Kenanglah perbuatan masa lalu itu sebelum shalat, lalu lakukan shalat dengan hati taubat dan siap menghadap kepada-Nya.

Menangis dan mengemislah kepada Allah, memohon ampunan atas gulungan ombak dosa seraya berucap, “Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah.” Usai shalat, jangan ulangi maksiat yang pernah kita lakukan.

Keempat, orang mengisi sebagian siangnya dengan berzikir kepada Allah. Waktu bagi orang mukmin, amatlah berharga. Manajemen waktu dilaksanakan dengan penuh kedisplinan. Sebagian detik-detiknya ia lalui dengan meladeni Allah, bersimpuh sujud, ingat dan tawakkal kepada-Nya.

Nabi yang merupakan sosok dengan keterjagaan dari segala dosa, baik yang telah lewat maupun akan datang, toh beliau tidak jumawah. Beliau beristighfar memohon ampunan kepada Allah tidak kurang 100 kali dalam sehari. Bagaimana dengan kita?

Kelima, orang yang menyayangi orang miskin, orang dalam perjalanan, wanita yang ditinggal suaminya, dan yang mengasihi orang yang ditimpa musibah. Shalat yang dilakukan membekas dalam kehidupan sebagai khalifah Allah yang saling cinta-mencintai, sayang-menyanyangi antara satu dengan lainnya. Ibadah sosial menjadi warna-warni bunga hidupnya yang senantiasa ia berikan kepada siapa saja untuk membahagiakan diri orang lain yang membutuhkan.

Bila kelima ciri orang yang diterima shalatnya ini telah terpenuhi, maka kata Allah:

“Cahayanya bagaikan cahaya matahari. Aku lindungi dia dengan kekuasaan-Ku. Aku perintahkan malaikat menjaganya. Aku jadikan cahaya dalam kegelapannya. Aku berikan ilmu dalam ketidaktahuannya. Perumpamannya dibandingkan dengan makhluk-Ku yang lain adalah seperti perumpamaan firdaus di surga.”